Minggu, 03 April 2016

MEDIA SOSIAL DAN KONSERVASI SATWA LIAR (Studi Kasus Di Indonesia)

A.  Pendahuluan

Media sosial adalah sebuah media online, dengan para penggunanya bisa dengan mudah berpartisipasi, berbagi dan menciptakan isi meliputi blog, jejaring sosial, wiki, forum dan dunia virtual. Blog, jejaring sosial dan wiki merupakan bentuk media sosial yang paling umum digunakan oleh masyarakat di seluruh dunia. Pendapat lain mengatakan bahwa media sosial adalah media online yang mendukung interaksi sosial dan media sosial menggunakan teknologi berbasis web yang mengubah komunikasi menjadi dialog interaktif.  Andreas Kaplan dan Michael Haenlein mendefinisikan media sosial sebagai “sebuah kelompok aplikasi berbasis internet yang membangun di atas dasar ideologi dan teknologi Web 2.0 , dan yang memungkinkan penciptaan dan pertukaran user-generated content”.  Jejaring sosial merupakan situs dimana setiap orang bisa membuat web page pribadi, kemudian terhubung dengan teman-teman untuk berbagi informasi dan berkomunikasi  (Wijayanti, 2015).
Perkembangan media sosial di dunia khususnya Indonesia semakin berkembang pesat sejak didukung infrastruktur baik dari perangkat, jaringan internet maupun teknologi. Menurut Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) di tahun 2012, 63 juta masyarakat Indonesia terhubung dengan Internet dan sebanyak 95 persen aktivitas akses dunia maya adalah membuka media sosial. Indonesia saat itu diramal akan menjadi pengguna media sosial paling aktif dan dari segi jumlah paling besar. Mengapa ini bisa terjadi, dikarenakan mobile internet yaitu web perangkat mobile dan harga smartphone semakin terjangkau buat semua kalangan.  Sejak diperkenalkan The Third Screen (layar ketiga) oleh Apple Corp. yaitu dengan kehadirian Iphone di tahun 2007 dan Ipad (kategori Phablet) di tahun 2010, semakin mempopulerkan istilah ini. The third screen adalah peranti yang digunakan oleh telepon selular yang memiliki perangkat komputasi portable. Phablet adalah gabungan fungsi telepon dan tablet yang merupakan telepon pintar yang memiliki ukuran lebih dari besar dari handphone yang berkisar 5 dan 8 inchi. Istilah ini merupakan bagian dari perkembangan dan kemajuan teknologi di bidang infrastruktur dan jaringan komunikasi, sehingga makin meningkatkan perkembangan media sosial di tanah air Indonesia. Dari usia tua, muda, remaja dan anak setidaknya memegang salah satu alat teknologi ini untuk keseharian mereka dan menjadi barang utama dan menemani keseharian (Anonim, 2015). 
Saat ini media sosial tidak hanya sebatas berfungsi sebagai alat komunikasi saja, tetapi telah menjadi alat multi fungsional yang dapat digunakan untuk menunjang kebutuhan hidup manusia baik itu berupa pekerjaan rutinitas, bisnis, makan, belanja, konseling, pengobatan dan fungsi lainnya. Sehingga hampir dipastikan bahwa umumnya masyarakat saat ini khususnya pengguna mobile handphone, gadget dan sejenisnya tidak bisa lepas dari aktifitas media sosial.  Begitu pesatnya laju perkembangan media sosial terhadap masyarakat sehingga pengaruhnya begitu terasa terhadap perilaku dan budaya masyarakat dunia khususnya di Indonesia.  Perilaku selfie dan curhat (curahan hati) di media sosial merupakan perilaku masyarakat yang saat ini paling banyak dilakukan oleh masyarakat sehingga terkadang tidak terkendali dan melanggar nilai-nilai atau norma-norma yang berlaku di masyarakat.  Pengaruh media sosial yang begitu besar terhadap perilaku dan budaya masyarakat ternyata ikut berimbas pula pada kehidupan makhluk hidup lainnya seperti tumbuhan dan hewan.  Sama halnya dengan manusia, pengaruh atau dampak media sosial terhadap tumbuhan dan hewan dapat berdampak positif maupun negatif.  Salah satu kelompok hewan atau satwa yang terkena dampak dari perkembangan media sosial adalah kelompok satwa liar yaitu jenis-jenis hewan atau satwa yang hidup liar di alam dan tidak terdomestifikasi. 
Satwa liar merupakan salah satu kelompok satwa yang sangat rentan dengan aktifitas atau kegemaran manusia seperti berburu, memelihara dan menangkarkan satwa liar.  Perilaku berburu dan memelihara satwa liar yang dilakukan manusia merupakan budaya yang telah dilakukan sejak manusia membutuhkan sumber makanan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.  Namun seiring dengan perkembangan zaman, terjadi pergeseran tujuan perburuan dan memelihara satwa liar yang dilakukan oleh manusia yaitu dari kebutuhan untuk sumber makanan menjadi sekedar pemenuhan hobi, kegemaran, olahraga, sebagai bahan obat/kosmetik dan menunjukan status sosial.   Makin meningkatnya perkembangan teknologi seperti bidang komunikasi yaitu internet dan mobile handphone dan sejenisnya khususnya jaringan media sosial berdampak pada aktifitas perburuan dan memelihara satwa liar.  Dampak media sosial terhadap satwa liar baik langsung maupun tidak langsung dapat memberikan dampak positif maupun dampak negatif bagi kelestarian satwa liar.     
B.  Dampak  Positif Media Sosial Terhadap Konservasi Satwa Liar
Media sosial baik secara langsung maupun tidak langsung dapat memberikan dampak positif bagi kelestarian satwa liar.  Dampak positif tersebut antara lain sebagai media penyuluhan dan sosialisasi konservasi satwa liar dan sebagai media pengawasan dan pengontrol peredaran, perdagangan dan perburuan satwa liar.
1.    Sebagai media penyuluhan dan sosialiasi konservasi satwa liar
Foto kucing hutan, satwa dilindungi, hasil buruan yang diunggah di akun Ida Tri Susanti. Sumber: Facebook
Media sosial saat ini merupakan salah satu media komunikasi massa yang sangat efektif dalam memberikan informasi dan penyuluhan terhadap masyarakat karena hampir sebagian besar masyarakat Indonesia saat ini menggunakan media sosial sebagai sarana komunikasi.  Data pengguna media sosial di Indonesia yang di rilis oleh  Jaringan We Are Social pada tahun 2014 sebanyak ± 71 juta jiwa pengguna atau sekitar 28 % dari jumlah penduduk Indonesia. Data tersebut menunjukan jumlah yang sangat besar dalam mengkampanyekan gerakan peduli kelestarian satwa liar dan anti perdagangan dan perburuan satwa liar.  Namun sayangnya, kampanye-kampanye  peduli kelestarian satwa liar dan anti perdagangan dan perburuan satwa liar belum banyak digunakan oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, akademisi dan lembaga-lembaga sosial masyarakat yang peduli dengan kelestarian satwa liar. 
Informasi-informasi dan kampanye tentang kelestarian satwa liar justru terkalahkan dengan maraknya informasi terkait dengan perdagangan satwa liar dan aksi-aksi perburuan satwa liar di media sosial.  Oleh karenanya diperlukan komitmen yang serius dan konsisten serta terpadu dari seluruh stake holder yang berkompeten dengan kelestarian satwa liar untuk melakukan langkah-langkah pencegahan dan penindakan terhadap peredaran dan perburuan satwa liar. Langkah-langkah pencegahan dapat dilakukan dengan meningkatkan kampanye peduli satwa liar di media sosial dengan bekerjasama dengan perusahaan penyedia jasa media sosial sepert facebook, twitter, olx, dan sejenisnya untuk menyediakan ruang atau media sosialiasi dan penyuluhan satwa liar dan memblokir iklan-iklan atau aksi-aksi perburuan satwa liar oleh para pengguna media sosial.  Sebagai contoh kasus pada situs toko bagus.com, berniaga.com (saat ini berubah nama menjadi olx) dan kaskus sebelum tahun 2012 sering mengiklankan perdagangan satwa liar namun sejak lembaga Pro Fauna melakukan komunikasi dicapai kesepakatan untuk tidak mengiklankan perdagangan satwa liar hingga saat ini.  Iklan-iklan peduli satwa liar seharusnya juga dapat menjadi bagian dalam sosialisasi dan penyuluhan kepada masyarakat khususnya pengguna media sosial.

2.    Sebagai media pengawasan dan pengontrol peredaran, perdagangan dan perburuan satwa liar.
Peredaran, perdagangan dan aksi perburuan satwa liar melalui media sosial diklaim oleh beberapa pihak semakin meningkat selama 10 tahun terakhir.  Oleh karenanya diperlukan mekanisme atau regulasi yang mengatur pengawasan dan penindakan terhadap peredaran, perdagangan dan aksi perburuan satwa liar melalui media sosial. Media sosial selain sebagai media peredaran, perdagangan dan aksi perburuan satwa liar juga sekaligus dapat berfungsi sebagai media pengawasan dan pengontrol peredaran, perdagangan dan aksi perburuan satwa liar.  Beberapa kasus terkait peredaran, perdagangan dan aksi perburuan satwa liar melalui media sosial telah behasil diungkap dan diproses hukum berkat adanya informasi awal dari media sosial.  Penegakan hukum sangat diperlukan untuk memberikan efek jera terhadap pelaku peredaran, perdagangan dan aksi perburuan satwa liar melalui media sosial. Oleh karenanya diperlukan sosialisasi dan penyuluhan kepada seluruh masyarakat khususnya pengguna media sosial untuk ikut serta melakukan pengawasan dan pengontrolan terhadap peredaran, perdagangan dan aksi perburuan satwa liar. Dengan teknologi yang semakin canggih saat ini, kejadian atau tindakan kejahatan yang terjadi di suatu daerah dapat langsung direkam atau dilaporkan ke pihak yang berwenang melalui media sosial.  Oleh karenanya, peran media sosial juga sangat vital dalam membantu upaya pencegahan, pengawasan dan penindakan terhadap peredaran, perdagangan dan aksi perburuan satwa liar. 
           
C.  Dampak Negatif Media Sosial Terhadap Konservasi Satwa Liar
Peredaran, perdagangan dan perburuan terhadap satwa liar saat ini semakin meningkat dengan menggunakan media sosial sebagai alat bantu dalam memperjualbelikan dan  mempromosikan atau memamerkan dagangan dan hasil buruan satwa liar.  Berdasarkan data ProFauna mencatat ada 3640 iklan di media sosial sepanjang tahun 2014 yang menawarkan satwa liar dengan berbagai jenis, antara lain elang jawa, siamang, surili, nuri merah kepala hitam, nuri bayan, kancil (Tragulus javanicus), trenggiling (Manis javanica), kijang (Muntiacus mutjack), kucing hutan (Prionailurus bengalensis), lutung jawa (Trachypithecus auratus), kukang (Nycticebus sp), elang jawa (Nisaetus bartelsi), elang hitam (Ictinaetus malayensis), kakatua raja (Probosciger atterimus) dan kakatua seram (Cacatua molucensis) dan jenis satwa liar lainnya baik yang dilindungi maupun yang tidak dilindungi. Pada tahun 2015 Pro Fauna juga mencatat setidaknya ada 5000 kasus perdagangan satwa secara online dan salah satunya menggunakan media facebook, atau terjadi peningkatan iklan di media sosial sebanyak 1360 iklan dari tahun 2014. Data ini menunjukan fakta yang cukup mengkhawatirkan  terhadap meningkatnya aktifitas perdagangan satwa liar melalui media sosial setiap tahunnya. Bisa dibayangkan betapa banyak jumlah satwa liar yang diperdagangkan  melalui media sosial, belum lagi perdagangan yang dilakukan secara langsung di pasaran  khususnya bagi satwa liar yang tidak dilindungi.  Kondisi tersebut tentunya sangat mengancam kelestarian satwa liar di Indonesia jika tidak ada upaya pencegahan dan penindakan yang serius dan intensif dari aparat yang berwenang maka dikhawatirkan akan semakin banyak satwa liar yang terancam punah.
Perdagangan satwa liar melalui media sosial semakin meningkat karena disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :
1.    Media sosial sangat familiar dan mudah diakses dan digunakan transaksi oleh pelaku atau penjual maupun pembeli satwa liar;
2.    Perdagangan satwa liar di media sosial tidak membutuhkan biaya alias gratis;
3.    Transaksi perdagangan satwa liar relatif lebih aman dari pantauan petugas yang berwenang dan identitas pelaku yang tidak dapat atau mudah diketahui;
4.    Pengawasan dan penindakan dibidang cyber crime dari aparat penegak hukum yang masih kurang;
5.    Masih rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya kelestarian satwa liar.
 Aktifitas masyarakat lainnya terhadap satwa liar yang akhir-akhir ini sering meresahkan di media sosial adalah meningkatnya aksi pamer hasil perburuan terhadap satwa liar.  Berbagai kasus yang mencuat di media sosial merupakan bagian dari “ demam  Selfi “ para netizen atau masyarakat yang aktif di media sosial dengan tujuan untuk memamerkan segala bentuk aktifitas yang tanpa disadari melanggar norma-norma atau etika bahkan hukum sekalipun khususnya dalam kasus perburuan satwa liar.  Para netizen seakan-akan merasa bangga dan berlomba-lomba untuk selalu mengunggah aksi kontroversial terkait dengan perburuan satwa liar.  Aksi-aksi tersebut tentunya akan semakin marak dilakukan jika tidak mendapat penindakan dan pengawasan dari aparat yang berwenang.  Satwa liar akan semakin terancam dari kepunahan sebagai akibat dari aksi-aksi perburuan dengan tujuan untuk             “gagahan”  atau pamer di media sosial.  Perburuan satwa liar yang sifatnya untuk di konsumsi dan diperdagangkan saja sudah sangat mengkhawatirkan terhadap kelestarian satwa liar, apalagi jika ditambah dengan tujuan hanya sekedar untuk dipamerkan di media sosial. 
Selama Tahun 2015, ProFauna Indonesia mencatat menerima ± 200-an pengaduan perburuan liar,  sekitar 90 persen pengaduan yang dilaporkan tentang foto aksi perburuan dan hasil perburuan satwa yang diunggah di media sosial. Foto yang diunggah umumnya menampilkan pelaku membawa satwa hasil buruan dan senjata yang digunakan. Dari 90 % laporan tersebut, Pro Fauna mencatat terdapat sekitar empat kasus perburuan online yang berlanjut di tingkat kepolisian antara lain kasus pembantaian kucing hutan di Jember, pembantaian beruang madu di Kalimantan Timur, pembunuhan Harimau Sumatera di Sumatera Utara, dan pembunuhan dan pembakaran primata di Kalimantan Tengah. Hanya saja, semua kasus tak ada yang bergulir hingga ke pengadilan karena alasan kurang bukti dan hingga saat ini belum ada yang dijatuhi hukuman.  Beberapa kasus lain yang mencuat di media sosial terkait aksi pamer hasil buruan satwa liar di media sosial dan belum mendapat respon dari aparat penegak hukum antara lain :
1.    Aksi pamer Kucing hutan (Felis bengalensis), Beruang madu dan Burung elang yang dipajang di Facebook milik mahasiswi Universitas Jember, Ida Tri Susanti, yang mengunggah satwa liar tersebut pada tanggal 12 September 2015;
2.    Aksi pamer hasil buruan satwa liar jenis satwa dwarf cuscus atau kuskus kerdil sulawesi (Strigocuscus celebensis) dan Masupial (hewan berkantong) yang merupakan endemik Sulawesi  yang di unggah di Facebook oleh akun Aldhy Manopo pada tanggal 7 September 2015.
ProFauna mencatat sebagian besar pelaku pemburu satwa liar adalah pemuda yang aktif menggunakan jejaring sosial. Mereka menggunakan Facebook dan media sosial lain untuk berinteraksi dalam komunitas satwa tertentu.
            Dampak negatif media sosial yang lain terhadap satwa liar adalah dampak secara tidak langsung  yaitu berupa makin maraknya perdagangan peralatan berburu satwa liar berupa senjata, perangkap, jerat, racun, peralatan berburu lainnya baik yang masih tradisional maupun peralatan berburu yang modern.  Aktifitas perdagangan peralatan berburu nyaris tidak terendus atau terbaca oleh petugas yang berwenang maupun oleh lembaga peduli satwa lainnya seperti lembaga Pro Fauna.  Hal ini kemungkinan disebabkan karena aparat maupun lembaga pro satwa liar hanya fokus pada kasus yang secara nyata melibatkan korban satwa liar sehingga hampir tidak pernah diberitakan maupun dianalisa secara khusus mengenai dampak dari maraknya perdagangan peralatan berburu terhadap satwa liar.  Selain itu pula juga kemungkinan disebabkan karena regulasi tentang peralatan berburu yang belum diatur atau tidak tersosialisasikan dengan luas ke masyarakat, aparat penegak hukum maupun lembaga pemerhati satwa liar.  Oleh karenanya, hal tersebut juga perlu menjadi perhatian karena dampaknya juga akan bermuara pada peningkatan aktifitas perburuan satwa liar.
            Selain itu pula, dampak negatif media sosial secara tidak langsung terhadap satwa liar juga dapat berupa makin mudahnya atau meningkatnya pertukaran informasi atau transfer pengetahuan tentang teknik-teknik berburu dan teknik-teknik penyeludupan satwa liar. Pada kasus ini, secara otomatis akan sangat sulit terlacak oleh aparat penegak hukum dan masyarakat maupun di proses hukum karena tidak memiliki dasar hukum.  Sementara proses transfer pengetahuan atau ilmu tentu akan selalu dilakukan dengan menggunakan media sosial oleh para komunitas pemburu maupun para jaringan perdagangan atau penyeludup satwa liar.  Sehingga dampak tidak langsung terhadap satwa liar adalah makin meningkatnya aktifitas perburuan dan perdagangan atau penyeludupan satwa liar.

Gambar 1. Foto kucing hutan satwa dilindungi, hasil buruan yang diunggah di akun Ida Tri Susanti.  Sumber: Facebook

Lagi, Pemburu Satwa Liar Sulawesi Utara Memamerkan Hasil Buruan di Jejaring Sosial

Gambar 2. Kuskus kerdil sulawesi (Strigocuscus celebensis) dan Masupial (hewan berkantong) yang di unggah di Facebook oleh akun Aldhy Manopo. Sumber: Facebook
D.  Upaya Pencegahan, Penindakan Dan Konservasi Satwa Liar Melalui Media Sosial
Dampak media sosial terhadap satwa liar sebagaimana yang telah diuraikan pada pembahasan awal adalah dapat berdampak positif dan berdampak negatif.  Oleh karenanya, diperlukan upaya-upaya konservasi satwa liar yang lebih aplicable atau aplikatif dalam implementasinya.  Upaya-upaya konservasi satwa liar tersebut dapat dilakukan melalui media sosial maupun secara langsung di lapangan atau lingkungan sosial. Upaya konservasi tersebut dapat berupa :
1.    Merevisi regulasi atau peraturan perundangan tentang konservasi satwa liar  (UU No 5 tahun 1990 tentang KSDAE, PP No. 8 Pemanfaatan jenis TSL, PP No 7 tentang pengawetan satwa liar).
Peraturan perundangan atau regulasi saat ini perlu disesuaikan dengan perkembangan dan dinamika kondisi sumberdaya alam, teknologi, ilmu pengetahuan dan pertumbuhan populasi manusia. Beberapa hal yang perlu diinput dalam revisi regulasi antara lain pengaturan cyber crime satwa liar, aturan perdagangan online, pengaturan perburuan, penertiban quota perdagangan satwa liar dan pengelolaan konservasi satwa liar secara terpadu.
2.    Penegakan hukum yang konsisten, konsekuen dan kontinyu. 
Waryono (2001) menyatakan bahwa beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penegakan hukum adalah :
(a). Konsekuen; Penindakan hukum dilakukan dimana saja dan tidak ada diskriminasi atau penindakan hukum dilakukan terhadap semua golongan.
(b). Konsisten; Penindakan hukum yang dilakukan terhadap sesuatu objekharus terus
dilakukan. Tidak boleh objek tersebut akhirnya menjadi sesuatu yang dilegalkan, kecuali terjadi peraturan perundang-undangan berubah.
(c). Kontinyu; Penindakan harus dilakukan secara berkesinambungan, tidak hanya pada
saat-saat operasi tertentu saja.
3.    Peningkatan penyuluhan dan sosialisasi secara langsung di masyarakat maupun melalui media massa (media sosial, media cetak, media elektronik) tentang koservasi satwa liar.
4.    Penyediaan dan pembangunan sarana dan prasarana penunjang kegiatan konservasi satwa liar.

E.   Kesimpulan
Berdasarkan hasil uraian dan pembahasan dalammakalah ini, dapat disimpulkan  beberapa hal sebagai berikut :
1.    Media sosial dapat berdampak positif maupun negatif terhadap satwa liar;
2.    Dampak negatif media sosial terhadap satwa liar khususnya yang berupa perdagangan online dan aksi pamer atau selfie hasil buruan satwa liar semakin meningkat sehingga perlu dilakukan upaya pencegahan dan penegakan hukum;
3.    Masih kurangnya pengetahuan, pemahaman dan kesadaran sebagian masyarakat dan para penegak hukum tentang perlunya kelestarian dan konservasi satwa liar.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2015. Sejarah Perkembangan Internet Di Indonesia. Available online: http://www.pattascomputer.org/sejarah-perkembangan-internet-di-indonesia/
Buol. RA. 2015.  Lagi, Pemburu Satwa Liar Sulawesi Utara Memamerkan Hasil Buruan di Jejaring Sosial.  Available Online : http://nationalgeographic.co.id/berita/2015/09/lagi-pemburu-satwa-liar-sulawesi-uatara-memamerkan-hasil-buruan-di-jejaring-sosial.
Pitaloka, D.A. 2015. Aktivis catat 5000 kasus perdagangan satwa liar via online; Penegakan hukum yang lemah tidak membuat pelaku jera. Available online : http://www.rappler.com/world/regions/asia-pacific/indonesia/86704-jejak-perdangan-ilegal-satwa-liar-di-surabaya.
Riski P. 2015.  ProFauna: Unggahan Foto Buruan Satwa di Media Sosial, Bukti Rendahnya Budi Pekerti Kita.  Availble online :  http://www.mongabay.co.id/2015/10/22/profauna-unggahan-foto-buruan-satwa-di-media-sosial-bukti-rendahnya-budi-pekerti-kita/
Waryono T. 2001.   Aspek Pngendalian Perdagangan Ilegal Sata Liar Yng Dilindungi Di Propinsi DKI Jakarta. Available online: www.google.com;

Wijayanti. M. 2015. Perkembangan Tekonologi Komunikasi (Media Sosial). Available online : http://mitawijayanti12.blogspot.co.id/2015/02/perkembangan-teknologi-komunikasi-media. html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Perjalanan Perdana Kendari-Wanci Via Kapwl Laut

Hari ini perjalanan perdana Kendari-Wanci via kapal laut yang cukup mendapatkan perhatian khusus dari saya. Bukan apa2, kesempatan ini suda...