Rabu, 16 Oktober 2019

PENERAPAN KEBIJAKAN PEMBENTUKAN DAN PENGEMBANGAN HUTAN KOTA DI INDONESIA


A.      Uraian Kebijakan Hutan Kota

 

Terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota merupakan suatu terobosan baru yang dilakukan pemerintah dalam upaya meningkatkan kualitas lingkungan hidup perkotaan secara ekologi, sebagai pedoman dan arahan bagi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan Hutan Kota serta untuk memberikan kepastian hukum tentang keberadaan hutan kota. Penyelenggaraan hutan kota dimaksudkan untuk menjaga kelestarian, keserasian, dan keseimbangan ekosistem perkotaan yang meliputi unsur lingkungan, sosial dan budaya.  Sesuai tujuannya penyelenggaraan hutan kota lebih ditekankan kepada fungsinya, yaitu untuk memberbaiki dan menjaga iklim mikro, nilai estetika, meresapkan air, menciptakan keseimbangan dan keserasian lingkungan fisik kota, serta mendukung pelestarian keanekaragaman hayati.
Dalam PP Nomor 63 Tahun 2002 diatur luas minimal hutan kota yaitu luas hutan kota dalam suatu hamparan yang kompak paling sedikit 0,25 hektar. Persentase luas hutan kota paling sedikit 10 % dari wilayah perkotaan dan atau disesuaikan dengan kondisi setempat. Pembangunan hutan kota dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota, khusus untuk DKI Jakarta pembangunan hutan kota dilaksanakan oleh Pemerintah DKI Jakarta. Rencana pembangunan hutan kota merupakan bagian dari Rencana Tata Ruang Wilayah Perkotaan, dan disusun berdasarkan kajian dari aspek teknis, ekologis, ekonomis, sosial, dan budaya setempat. Biaya penyelenggaraan hutan kota berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau sumber dana lainnya yang sah.  Selanjutnya perubahan peruntukan hutan kota yang berada pada tanah negara disesuaikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Perkotaan serta ditetapkan dengan Perda, untuk DKI Jakarta, perubahan peruntukan hutan kota disesuaikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi DKI Jakarta, dan ditetapkan dengan Perda. Pengelolaan hutan kota yang berada pada tanah negara dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan atau masyarakat, sedangkan yang berada pada tanah hak dilakukan oleh pemegang hak. Namun demikian pengelolaan hutan kota yang berada pada tanah hak, dapat dilakukan oleh masyarakat bukan pemegang hak atau Pemda melalui perjanjian dengan pemegang hak.
Hutan kota yang dimaksud dalam PP Nomor 63 Tahun 2002 tentang hutan kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang.  Berdasarkan tipe, maka hutan kota dibedakan dalam beberapa tipe sebagai berikut :
a.  Tipe Pemukiman  yaitu hutan kota yang dibangun pada areal permukiman, yang berfungsi sebagai penghasil oksigen, penyerap karbondioksida, peresap air, penahan angin, dan peredam kebisingan, berupa jenis komposisi tanaman pepohonan yang tinggi dikombinasikan dengan tanaman perdu dan rerumputan.
b.  Tipe Kawasan Industri yaitu hutan kota yang dibangun di kawasan industri yang berfungsi untuk mengurangi polusi udara dan kebisingan, yang ditimbulkan dari kegiatan industri.
c.  Tipe Rekreasi dan Keindahan yaitu hutan kota yang berfungsi sebagai pemenuhan kebutuhan rekreasi dan keindahan, dengan jenis pepohonan yang indah dan unik. Karakteristik pepohonannya pohon-pohon yang indah dan atau penghasil bunga atau buah (vector) yang digemari oleh satwa, seperti burung, kupu-kupu dan sebagainya.
d.  Tipe Pelestarian Plasma Nutfah  yaitu hutan kota yang berfungsi sebagai pelestari plasma nutfah, yaitu sebagai konservasi plasma nutfah khususnya vegetasi secara insitu dan sebagai habitat khususnya untuk satwa yang dilindungi atau yang dikembangkan. Karateristik tipe pelestarian plasma nutfah terdiri dari pohon-pohon langka dan atau unggulan setempat    
e.  Tipe Perlindungan  yaitu hutan kota yang berfungsi untuk : a. mencegah atau mengurangi bahaya erosi dan longsor pada daerah dengan kemiringan cukup tinggi dan sesuai karakter tanah; b. melindungi daerah pantai dari gempuran ombak (abrasi); c. melindungi daerah resapan air untuk mengatasi masalah menipisnya volume air tanah dan atau masalah intrusi air laut; (2) Karakteristik pepohonannya adalah pohon-pohon yang memiliki daya evapotranspirasi yang rendah dan pohon-pohon yang dapat berfungsi mengurangi bahaya abrasi pantai seperti mangrove dan pohon-pohon yang berakar kuat.   
f.  Tipe Pengamanan   yaitu hutan kota yang berfungsi untuk meningkatkan keamanan pengguna jalan pada jalur kendaraan dengan membuat jalur hijau dengan kombinasi pepohonan dan tanaman perdu. Karakteristik pepohonannya adalah pohon-pohon yang berakar kuat dengan ranting yang tidak mudah patah, yang dilapisi dengan perdu yang liat, dilengkapi jalur pisang-pisangan dan atau tanaman merambat dari legum secara berlapis lapis.     
          Dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.71/Menhut-II/2009 Tahun 2009 tentang pedoman penyelenggaraan hutan kota diatur lokasi hutan kota merupakan bagian dari Ruang Terbuka Hijau (RTH) wilayah perkotaan. Ruang-ruang terbuka hijau yang telah dibentuk dapat disusun suatu jaringan RTH kota sebagai pendukung ekosistem lingkungan perkotaan yang berfungsi meningkatkan kualitas lingkungan hidup perkotaan yang nyaman, segar, bersih, sehat, dan indah. Dalam suatu unit ekosistem seperti kawasan Hutan Kota, ruang-ruang terbuka hijau dapat diatur berdasarkan fungsi dan penggunaannya sesuai dengan penataan tata kota dan bangunan sekitarnya.  Sesuai dengan peruntukannya, Hutan Kota dapat dibangun dalam beberapa bentuk di antaranya :
·      Ruang hijau pertamanan kota
·      Ruang hijau rekreasi kota
·      Ruang hijau stadion olah raga
·      Ruang hijau pemakaman
·      Ruang hijau pertanian
·      Ruang jalur hijau (green belt)
·      Ruang hijau taman hutan raya
·      Ruang hijau kebun binatang
·      Ruang hijau hutan lindung
·      Ruang hijau areal penggunaan lain (APL)
·      Ruang hijau kebun raya
·      Ruang hijau kebun dan halaman di lingkungan perumahan, perkantoran, pertokoan, pabrik, terminal dan, sebagainya.

B.       Dasar Argumentasi Keberhasilan Kebijakan Hutan Kota

Kebijakan pembangunan dan pengembangan hutan kota di Indonesia pasca kemerdekaan dimulai pada saat gerakan penanaman secara berkelompok yang dilakukan pemerintah pada saat menjadi tuan rumah Games of the New Emerging Forces atau yang kita kenal dengan Ganefo pada tahun 1963. Pepohonan yang ditanam di sekitar Gelora Senayan 43 tahun yang lalu masih dapat disaksikan hingga saat ini. Namun demikian, secara resmi pembangunan Hutan Kota dicanangkan oleh Pemerintah pada saat menjadi tuan rumah Kongres Kehutanan Sedunia ke-7 di Jakarta pada tahun 1978. Penanaman pohon oleh para peserta kongres di atas lahan 5 hektar di lingkungan Gedung Manggala Wanabakti menjadi patok sejarah dicanangkannya pembangunan Hutan Kota (Anonim, 2010).  Sayangnya, pasca peristiwa tersebut, gerakan pembangunan dan pengembangan hutan kota tidak berkembang baik seiring dengan makin meningkatnya pertumbuhan dan pembangunan wilayah dan peningkatan jumlah penduduk di kota-kota Indonesia.  Kebutuhan akan ruang atau wilayah untuk pemukiman, pembangunan infrastruktur dan peruntukan lainnya di masa pembangunan yang semakin intensif menyebabkan sebagian besar hutan-hutan di wilayah perkotaan mengalami perubahan fungsi atau degradasi. 

Samsoedin dan Subiandono (2006) menyatakan pembangunan infrastruktur perkotaan di Indonesia menunjukkan perencanaan yang kurang baik. Pembangunan gedung-gedung perkantoran, pusat perbelanjaan, sekolah, perumahan, pabrik, dan sebagainya kurang memperhatikan aspek tata ruang kota. Kebutuhan akan pembangunan infrastruktur dan terbatasnya ketersediaan lahan nampaknya menjadi salah satu faktor terjadinya disintegrasi dalam pembangunan di perkotaan.  Konsekuensi logis atas keadaan tersebut adalah semakin sempitnya lahan yang tersisa untuk kawasan hijau.  Kondisi lingkungan hidup yang makin buruk seperti pencemaran udara, peningkatan suhu, penurunan air tanah, dan lain-lain khususnya di perkotaan menyebabkan terganggunya keseimbangan ekologi. Oleh karena itu, upaya-upaya pengendalian perlu segera dilakukan. Salah satu alternatif yang dapat memberikan dampak signifikan dalam mengatasi permasalahan lingkungan hidup di perkotaan adalah melalui program pembangunan dan pengelolaan Hutan Kota. 

Sejak terbitnya PP Nomor 63 Tahun 2002 tentang hutan kota dan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.71/Menhut-II/2009 Tahun 2009 tentang pedoman penyelenggaraan hutan kota, jumlah hutan kota semakin bertambah.  Saat ini, di setiap kota minimal terdapat satu hutan kota meskipun data jumlah hutan kota di seluruh Indonsia belum dapat diakses sehingga informasi yang akurat tentang pertumbuhan pembangunan dan perkembangan hutan kota belum dapat diuraikan.  Namun secara nyata di beberapa kota yang sebelumnya tidak memiliki hutan kota seperti Kota Baubau dan Kota Kendari di Propinsi Sulawesi Tenggara dan kota lainnya di Indonesia, saat ini telah memiliki hutan kota.  Jika dikaji lebih mendalam khususnya jika klasifikasikan hutan kota sesuai dengan peruntukannya seperti ruang terbuka hijau (RTH) pertamanan, RTH rekreasi, RTH pemakaman, RTH pertanian, RTH stadion olah raga, RTH Tahura, RTH Jalur Hijau,  RTH Kebung binatang, RTH Hutan lindung, RTH Kebun raya dan RTH lainnya maka kebijakan pemerintah yang mengatur tentang perlunya pembangunan dan pengembangan hutan di setiap daerah atau kota telah diterapkan oleh pemerintah daerah.  Sekalipun secara kualitas dan kuantitas persentase persyaratan 10 % luas hutan kota dari luas wilayah kota belum terpenuhi.  

            Salah satu keberhasilan kebijakan pembangunan dan pengembangan hutan kota yang dapat dijadikan tolak ukur adalah provinsi DKI Jakarta.  Sebagai ibukota negara, Jakarta diidentikan sebagai pusat kemajuan pembangunan dan pengembangan infrastruktur wilayah yang sangat pesat sehingga rentan dengan perubahan fungsi ruang atau wilayah untuk pembangunan fisik. Namun sejak terbitnya PP Nomor 63 Tahun 2002 tentang hutan kota dan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.71/Menhut-II/2009 Tahun 2009 tentang pedoman penyelenggaraan hutan kota, upaya pemerintah DKI Jakarta untuk membangun hutan kota patut diapresiasi.  Upaya penambahan luas hutan kota yang ada dan pembentukan hutan kota yang baru dengan membebaskan lahan merupakan target yang akan terus ditingkatkan hingga uas huan kota mencapai 10 % dari luas wilayah Propinsi DKI Jakarta.  Data berikut menunjukan trend pertumbuhan pembangunan dan pengembangan hutan kota di Jakarta yang dikutip dari http://jakartapedia.bpadjakarta.net/index.php/Hutan_Kota_DKI_Jakarta yaitu :
Data Jumlah Hutan Kota DKI Jakarta (tahun 2007 – 2011)
No
Kota Administrasi
Tahun
2007
(Ha)
2008
(Ha)
2009
(Ha)
2010
(Ha)
2011
(Ha)
1
Jakarta Pusat
14,48
14,48
14,48
14,48
14,48
2
Jakarta Utara
102,88
102,88
102,88
102,88
108,65
3
Jakarta Barat
15,00
15,00
15,00
17,89
17,89
4
Jakarta Timur
96,33
133,33
135,44
147,44
148,23
5
Jakarta Selatan
171,94
171,94
185,76
357,45
357,45
Jumlah Total
400,63
437,63
453,56
640,04
646,60

Pertumbuhan pembangunan dan perkembangan hutan kota di Indonesia terus meningkat tidak hanya karena tuntutan kebijakan pemerintah melalui PP Nomor 63 Tahun 2002 tentang hutan kota dan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.71/Menhut-II/2009 Tahun 2009 tentang pedoman penyelenggaraan hutan kota tetapi juga karena adanya kebutuhan dari seluruh stake holder untuk mendapatkan lingkungan kota yang asri dan sehat.  Selain itu pula, isu konservasi dan lingkungan hidup yang selalu dikampanyekan oleh para pihak melalui media komunkasi menyebabkan seluruh stake holder atau publik  menjadi paham dan kesadaran meningkat sehingga ikut mengawal kebijakan pembangunan dan pengembangan hutan kota. 

C.      Kesimpulan

Berdasarkan hasil kajian singkat disimpulkan sebagai berikut :
1.    Kebijakan pemerintah tentang pembangunan dan pengembangan hutan kota dapat dianggap berhasil karena telah dan sedang diterapkan di seluruh kota dan daerah di Indonesia;
2.    Hutan kota yang telah dikembangkan di beberapa kota di Indonesia secara kualitas dan kuantitas masih relatif kurang dari yang dipersyaratkan di PP Nomor 63 Tahun 2002 tentang hutan kota dan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.71/Menhut-II/2009 Tahun 2009 tentang pedoman penyelenggaraan hutan kota;
3.    Data yang akurat tentang pertumbuhan dan perkembangan hutan kota di Indonesia belum dapat diakses publik sehingga tidak dapat diketahui perkembangannya dengan pasti.

D.      Penutup

Demikian kajian singkat tentang keberhasilan kebijakan pemerintah tentang pembangunan dan pengembangan hutan kota. 


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. Pengembangan Hutan Kota/Landskap Perkotaan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutan; Pusat Penelitian Sosial Ekonomi dan Kebijakan Kehutanan.  Jakarta.
Anonim.  2016. Hutan Kota Jakarta. http://jakartapedia. bpadjakarta.net/index.php/ Hutan_Kota_DKI_Jakarta
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 63 Tahun 2002 Tentang Hutan Kota.
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.71/Menhut-II/2009 Tahun 2009 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Hutan Kota.
Samsoedin dan Subiandono. 2006.  Pembangunan dan Pengelolaan Hutan Kota. Makalah Utama pada Ekspose Hasil-hasil Penelitian : Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan. Padang.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Perjalanan Perdana Kendari-Wanci Via Kapwl Laut

Hari ini perjalanan perdana Kendari-Wanci via kapal laut yang cukup mendapatkan perhatian khusus dari saya. Bukan apa2, kesempatan ini suda...