A.
Uraian Kebijakan
Hutan Kota
Terbitnya
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota merupakan
suatu terobosan baru yang dilakukan pemerintah dalam upaya meningkatkan kualitas
lingkungan hidup perkotaan secara ekologi, sebagai pedoman dan arahan bagi
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan Hutan Kota serta untuk
memberikan kepastian hukum tentang keberadaan hutan kota. Penyelenggaraan hutan
kota dimaksudkan untuk menjaga kelestarian, keserasian, dan keseimbangan
ekosistem perkotaan yang meliputi unsur lingkungan, sosial dan budaya. Sesuai tujuannya penyelenggaraan hutan kota
lebih ditekankan kepada fungsinya, yaitu untuk memberbaiki dan menjaga iklim
mikro, nilai estetika, meresapkan air, menciptakan keseimbangan dan keserasian
lingkungan fisik kota, serta mendukung pelestarian keanekaragaman hayati.
Dalam
PP Nomor 63 Tahun 2002 diatur luas minimal hutan kota yaitu luas hutan kota
dalam suatu hamparan yang kompak paling sedikit 0,25 hektar. Persentase luas
hutan kota paling sedikit 10 % dari wilayah perkotaan dan atau disesuaikan
dengan kondisi setempat. Pembangunan hutan kota dilaksanakan oleh Pemerintah
Kabupaten/Kota, khusus untuk DKI Jakarta pembangunan hutan kota dilaksanakan
oleh Pemerintah DKI Jakarta. Rencana pembangunan hutan kota merupakan bagian
dari Rencana Tata Ruang Wilayah Perkotaan, dan disusun berdasarkan kajian dari
aspek teknis, ekologis, ekonomis, sosial, dan budaya setempat. Biaya
penyelenggaraan hutan kota berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
atau sumber dana lainnya yang sah. Selanjutnya
perubahan peruntukan hutan kota yang berada pada tanah negara disesuaikan
dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Perkotaan serta ditetapkan dengan Perda,
untuk DKI Jakarta, perubahan peruntukan hutan kota disesuaikan dengan Rencana
Tata Ruang Wilayah Provinsi DKI Jakarta, dan ditetapkan dengan Perda.
Pengelolaan hutan kota yang berada pada tanah negara dapat dilakukan oleh
Pemerintah Daerah dan atau masyarakat, sedangkan yang berada pada tanah hak
dilakukan oleh pemegang hak. Namun demikian pengelolaan hutan kota yang berada
pada tanah hak, dapat dilakukan oleh masyarakat bukan pemegang hak atau Pemda
melalui perjanjian dengan pemegang hak.
Hutan
kota yang dimaksud dalam PP Nomor 63 Tahun 2002 tentang hutan kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang
kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah
hak, yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang. Berdasarkan tipe, maka hutan kota dibedakan
dalam beberapa tipe sebagai berikut :
a.
Tipe Pemukiman yaitu hutan kota yang dibangun
pada areal permukiman, yang berfungsi sebagai penghasil oksigen, penyerap
karbondioksida, peresap air, penahan angin, dan peredam kebisingan, berupa
jenis komposisi tanaman pepohonan yang tinggi dikombinasikan dengan tanaman
perdu dan rerumputan.
b.
Tipe Kawasan Industri yaitu hutan kota yang dibangun
di kawasan industri yang berfungsi untuk mengurangi polusi udara dan
kebisingan, yang ditimbulkan dari kegiatan industri.
c.
Tipe Rekreasi dan Keindahan yaitu hutan kota yang berfungsi
sebagai pemenuhan kebutuhan rekreasi dan keindahan, dengan jenis pepohonan yang
indah dan unik. Karakteristik pepohonannya pohon-pohon yang indah dan atau
penghasil bunga atau buah (vector) yang digemari oleh satwa, seperti burung,
kupu-kupu dan sebagainya.
d.
Tipe Pelestarian Plasma Nutfah yaitu hutan kota yang berfungsi sebagai pelestari plasma nutfah, yaitu sebagai konservasi
plasma nutfah khususnya vegetasi secara insitu dan sebagai habitat khususnya
untuk satwa yang dilindungi atau yang dikembangkan. Karateristik tipe
pelestarian plasma nutfah terdiri dari pohon-pohon langka dan atau unggulan
setempat
e.
Tipe Perlindungan yaitu hutan kota yang berfungsi
untuk : a. mencegah atau mengurangi bahaya erosi dan longsor pada daerah dengan
kemiringan cukup tinggi dan sesuai karakter tanah; b. melindungi daerah pantai
dari gempuran ombak (abrasi); c. melindungi daerah resapan air untuk mengatasi
masalah menipisnya volume air tanah dan atau masalah intrusi air laut; (2)
Karakteristik pepohonannya adalah pohon-pohon yang memiliki daya evapotranspirasi
yang rendah dan pohon-pohon yang dapat berfungsi mengurangi bahaya abrasi
pantai seperti mangrove dan pohon-pohon yang berakar kuat.
f.
Tipe Pengamanan yaitu hutan kota yang berfungsi
untuk meningkatkan keamanan pengguna jalan pada jalur kendaraan dengan membuat
jalur hijau dengan kombinasi pepohonan dan tanaman perdu. Karakteristik
pepohonannya adalah pohon-pohon yang berakar kuat dengan ranting yang tidak
mudah patah, yang dilapisi dengan perdu yang liat, dilengkapi jalur
pisang-pisangan dan atau tanaman merambat dari legum secara berlapis lapis.
Dalam Peraturan
Menteri Kehutanan Nomor : P.71/Menhut-II/2009 Tahun 2009 tentang pedoman
penyelenggaraan hutan kota diatur lokasi hutan kota merupakan bagian dari Ruang
Terbuka Hijau (RTH) wilayah perkotaan. Ruang-ruang
terbuka hijau yang telah dibentuk dapat disusun suatu jaringan RTH kota sebagai
pendukung ekosistem lingkungan perkotaan yang berfungsi meningkatkan kualitas
lingkungan hidup perkotaan yang nyaman, segar, bersih, sehat, dan indah. Dalam
suatu unit ekosistem seperti kawasan Hutan Kota, ruang-ruang terbuka hijau
dapat diatur berdasarkan fungsi dan penggunaannya sesuai dengan penataan tata
kota dan bangunan sekitarnya. Sesuai
dengan peruntukannya, Hutan Kota dapat dibangun dalam beberapa bentuk di
antaranya :
· Ruang hijau pertamanan kota
· Ruang hijau rekreasi kota
· Ruang hijau stadion olah raga
· Ruang hijau pemakaman
· Ruang hijau pertanian
· Ruang jalur hijau (green belt)
· Ruang hijau taman hutan raya
· Ruang hijau kebun binatang
· Ruang hijau hutan lindung
· Ruang hijau areal penggunaan lain (APL)
· Ruang hijau kebun raya
· Ruang hijau kebun dan halaman di lingkungan perumahan,
perkantoran, pertokoan, pabrik, terminal dan, sebagainya.
B. Dasar Argumentasi Keberhasilan Kebijakan Hutan Kota
Kebijakan pembangunan dan pengembangan hutan kota di
Indonesia pasca kemerdekaan dimulai pada saat gerakan penanaman secara
berkelompok yang dilakukan pemerintah pada saat menjadi tuan rumah Games of
the New Emerging Forces atau yang kita kenal dengan Ganefo pada tahun 1963.
Pepohonan yang ditanam di sekitar Gelora Senayan 43 tahun yang lalu masih dapat
disaksikan hingga saat ini. Namun demikian, secara resmi pembangunan Hutan Kota
dicanangkan oleh Pemerintah pada saat menjadi tuan rumah Kongres Kehutanan
Sedunia ke-7 di Jakarta pada tahun 1978. Penanaman pohon oleh para peserta
kongres di atas lahan 5 hektar di lingkungan Gedung Manggala Wanabakti menjadi
patok sejarah dicanangkannya pembangunan Hutan Kota (Anonim, 2010). Sayangnya, pasca peristiwa tersebut, gerakan
pembangunan dan pengembangan hutan kota tidak berkembang baik seiring dengan
makin meningkatnya pertumbuhan dan pembangunan wilayah dan peningkatan jumlah
penduduk di kota-kota Indonesia.
Kebutuhan akan ruang atau wilayah untuk pemukiman, pembangunan
infrastruktur dan peruntukan lainnya di masa pembangunan yang semakin intensif
menyebabkan sebagian besar hutan-hutan di wilayah perkotaan mengalami perubahan
fungsi atau degradasi.
Samsoedin dan Subiandono (2006) menyatakan pembangunan
infrastruktur perkotaan di Indonesia menunjukkan perencanaan yang kurang baik.
Pembangunan gedung-gedung perkantoran, pusat perbelanjaan, sekolah, perumahan,
pabrik, dan sebagainya kurang memperhatikan aspek tata ruang kota. Kebutuhan
akan pembangunan infrastruktur dan terbatasnya ketersediaan lahan nampaknya menjadi
salah satu faktor terjadinya disintegrasi dalam pembangunan di perkotaan. Konsekuensi logis atas keadaan tersebut
adalah semakin sempitnya lahan yang tersisa untuk kawasan hijau. Kondisi lingkungan hidup yang makin buruk
seperti pencemaran udara, peningkatan suhu, penurunan air tanah, dan lain-lain
khususnya di perkotaan menyebabkan terganggunya keseimbangan ekologi. Oleh
karena itu, upaya-upaya pengendalian perlu segera dilakukan. Salah satu
alternatif yang dapat memberikan dampak signifikan dalam mengatasi permasalahan
lingkungan hidup di perkotaan adalah melalui program pembangunan dan
pengelolaan Hutan Kota.
Sejak terbitnya PP Nomor 63 Tahun 2002 tentang hutan kota dan Peraturan
Menteri Kehutanan Nomor : P.71/Menhut-II/2009 Tahun 2009 tentang pedoman
penyelenggaraan hutan kota, jumlah hutan kota semakin bertambah. Saat ini, di setiap kota minimal terdapat
satu hutan kota meskipun data jumlah hutan kota di seluruh Indonsia belum dapat
diakses sehingga informasi yang akurat tentang pertumbuhan pembangunan dan
perkembangan hutan kota belum dapat diuraikan.
Namun secara nyata di beberapa kota yang sebelumnya tidak memiliki hutan
kota seperti Kota Baubau dan Kota Kendari di Propinsi Sulawesi Tenggara dan
kota lainnya di Indonesia, saat ini telah memiliki hutan kota. Jika dikaji lebih mendalam khususnya jika
klasifikasikan hutan kota sesuai dengan peruntukannya seperti ruang terbuka
hijau (RTH) pertamanan, RTH rekreasi, RTH pemakaman, RTH pertanian, RTH stadion
olah raga, RTH Tahura, RTH Jalur Hijau, RTH
Kebung binatang, RTH Hutan lindung, RTH Kebun raya dan RTH lainnya maka
kebijakan pemerintah yang mengatur tentang perlunya pembangunan dan
pengembangan hutan di setiap daerah atau kota telah diterapkan oleh pemerintah
daerah. Sekalipun secara kualitas dan kuantitas
persentase persyaratan 10 % luas hutan kota dari luas wilayah kota belum
terpenuhi.
Salah satu keberhasilan kebijakan
pembangunan dan pengembangan hutan kota yang dapat dijadikan tolak ukur adalah
provinsi DKI Jakarta. Sebagai ibukota
negara, Jakarta diidentikan sebagai pusat kemajuan pembangunan dan pengembangan
infrastruktur wilayah yang sangat pesat sehingga rentan dengan perubahan fungsi
ruang atau wilayah untuk pembangunan fisik. Namun sejak terbitnya PP
Nomor 63 Tahun 2002
tentang hutan kota dan Peraturan Menteri Kehutanan
Nomor : P.71/Menhut-II/2009 Tahun 2009 tentang pedoman penyelenggaraan hutan
kota, upaya pemerintah DKI Jakarta untuk membangun hutan kota patut
diapresiasi. Upaya penambahan luas hutan
kota yang ada dan pembentukan hutan kota yang baru dengan membebaskan lahan
merupakan target yang akan terus ditingkatkan hingga uas huan kota mencapai 10
% dari luas wilayah Propinsi DKI Jakarta.
Data berikut menunjukan trend pertumbuhan pembangunan dan pengembangan
hutan kota di Jakarta yang dikutip dari http://jakartapedia.bpadjakarta.net/index.php/Hutan_Kota_DKI_Jakarta yaitu :
Data Jumlah Hutan Kota DKI Jakarta (tahun 2007 – 2011)
No
|
Kota Administrasi
|
Tahun
|
||||
2007
(Ha)
|
2008
(Ha)
|
2009
(Ha)
|
2010
(Ha)
|
2011
(Ha)
|
||
1
|
Jakarta
Pusat
|
14,48
|
14,48
|
14,48
|
14,48
|
14,48
|
2
|
Jakarta
Utara
|
102,88
|
102,88
|
102,88
|
102,88
|
108,65
|
3
|
Jakarta
Barat
|
15,00
|
15,00
|
15,00
|
17,89
|
17,89
|
4
|
Jakarta
Timur
|
96,33
|
133,33
|
135,44
|
147,44
|
148,23
|
5
|
Jakarta
Selatan
|
171,94
|
171,94
|
185,76
|
357,45
|
357,45
|
Jumlah Total
|
400,63
|
437,63
|
453,56
|
640,04
|
646,60
|
Pertumbuhan pembangunan dan perkembangan hutan kota di
Indonesia terus meningkat tidak hanya karena tuntutan kebijakan pemerintah
melalui PP
Nomor 63 Tahun 2002 tentang hutan kota dan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.71/Menhut-II/2009 Tahun
2009 tentang pedoman penyelenggaraan hutan kota tetapi juga karena adanya
kebutuhan dari seluruh stake holder untuk mendapatkan lingkungan kota yang asri
dan sehat. Selain itu pula, isu
konservasi dan lingkungan hidup yang selalu dikampanyekan oleh para pihak
melalui media komunkasi menyebabkan seluruh stake holder atau publik menjadi paham dan kesadaran meningkat
sehingga ikut mengawal kebijakan pembangunan dan pengembangan hutan kota.
C.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil kajian singkat disimpulkan sebagai
berikut :
1.
Kebijakan pemerintah
tentang pembangunan dan pengembangan hutan kota dapat dianggap berhasil karena
telah dan sedang diterapkan di seluruh kota dan daerah di Indonesia;
2.
Hutan kota yang telah
dikembangkan di beberapa kota di Indonesia secara kualitas dan kuantitas masih
relatif kurang dari yang dipersyaratkan di PP Nomor 63 Tahun 2002 tentang hutan kota dan Peraturan
Menteri Kehutanan Nomor : P.71/Menhut-II/2009 Tahun 2009 tentang pedoman
penyelenggaraan hutan kota;
3.
Data yang akurat
tentang pertumbuhan dan perkembangan hutan kota di Indonesia belum dapat
diakses publik sehingga tidak dapat diketahui perkembangannya dengan pasti.
D.
Penutup
Demikian kajian singkat tentang keberhasilan kebijakan
pemerintah tentang pembangunan dan pengembangan hutan kota.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Pengembangan Hutan Kota/Landskap
Perkotaan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutan; Pusat Penelitian Sosial
Ekonomi dan Kebijakan Kehutanan. Jakarta.
Anonim.
2016. Hutan Kota Jakarta. http://jakartapedia. bpadjakarta.net/index.php/ Hutan_Kota_DKI_Jakarta
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 63 Tahun 2002 Tentang Hutan Kota.
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor :
P.71/Menhut-II/2009 Tahun 2009 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Hutan Kota.
Samsoedin dan Subiandono. 2006. Pembangunan dan Pengelolaan
Hutan Kota. Makalah Utama pada Ekspose
Hasil-hasil Penelitian : Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan. Padang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar